Sabtu, 13 Februari 2010

DAHSYATNYA PRAHARA di Bumi Mahsyar

PRAHARA adalah kekacauan yang timbul dalam hati dan sangat menganggu perasaan. (Kamus Umum Bahasa Indonesia: 1085). Meskipun ayat-ayat yang menjelaskan akan adanya hari perhimpunan (Mahsyar) banyak jumlahnya, dan hadits-hadits yang memberitahukan adanya hari tersebut shahih derajatnya, tapi masih ada saja orang-orang yang mengingkari akan adanya Mahsyar. Mereka menganggap apa yang dikabarkan Al-Qur’an tersebut hanyalah isapan jempol untuk menakut-nakuti manusia agar taat kepada Allah.
Al-Qur’an mengungkapkan, “Berkatalah orang-orang yang kafir;”Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita;apakah sesungguhnya kita akan dikeluarkan (dari kubur)? Sesungguhnya kami telah diberikan ancaman dengan ini dan (juga) bapak-bapak kami dahulu; ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang dahulu kala”.(QS. An Naml:67-68).
Dan dalam kalangan orang yang muslim sendiri, yang percaya akan hari kebangkitan dan hari Perhimpunan (Mahsyar), masih sedikit yang mengaktualisasikan kepercayaan itu dalam perbuatan keseharian. Masih banyak orang muslim yang berani meninggalkan shalat lima waktu, sebagiannya atau keseluruhannya. Meninggalkan puasa Ramadhan atau tidak menunaikan zakat yang menjadi kewajibannya. Masih banyak orang yang mengaku mukmin tapi masih suka berbuat curang, seakan mereka lupa bahwa Allah akan mengumpulkan mereka di Mahsyar dan meminta pertanggungjawaban lalu memberikan balasan sesuai perbuatan.
Kecurangan masih banyak terjadi di negeri ini, dari rakyat sampai pejabat. Dari tingkat Rukun Tetangga (Rt) sampai Departemen, dari instansi swasta sampai negeri. Curang dalam melaksanakan tugas, curang dalam mengemban amanah dan jabatan, curang dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah, curang dalam berbisnis, curang dalam melakukan takaran dan timbangan, curang dalam dunia pendidikan, curang dalam menunaikan kewajiban. Sehingga banyak terjadi kezhaliman di sana-sini. Para pelakunya tertawa bila hokum negeri ini tidak mampu menjerat dan menjebloskannya ke penjara. Mereka merasa bebas padahal mereka telah melakukan kecurangan itu. Seakan mereka lupa, bahwa ada Mahkamah Maha Agung telah menanti, yang tidak kenal suap dan kompromi. Yang sangat adil dan sangat jeli dan teliti.
Rasulullah telah mengingatkan kita, “Jauhilah segala bentuk kezhaliman, karena perbuatan zhalim akan menyebabkan kegelapan di hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 2575). Dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang masih punya kezhaliman (kesalahan) kepada saudaranya (berupa moral atau material), maka hendaklah segera meminta maaf (menyelesaikannya), sebelum Dinar dan Dirham tidak berlaku lagi. Apabila ia punya amal shalih (pahala), maka akan diambil setara nilai kezhaliman (lalu diberikan ke saudaranya yang menuntut). Dan jika tidak punya pahala, maka dosa saudaranya yang menuntut itu akan dimbil dan dilimpahkan kepadanya.” (HR. Bukhari, no. 2296).
Sebelum hari Mahsyar tiba, sebelum kecurangan dan kezhaliman kita diadili oleh Allah Yang Maha Adil. Alangkah baiknya kalau kita lakukan evaluasi sekarang, sebelum terlambat. Bila ada kesalahan kepada Allah pada diri kita, maka kita perbanyak istighfar dan bertaubat kepada-Nya. Bila ada kezhaliman yang telah kita lakukan kepada sesama, maka kita harus segera meminta maaf kepada yang bersangkutan atau mengembalikan barang yang telah kita ambil kepada yang bersangkutan. Dan kezhaliman yang paling besar adalah perbuatan syirik. “Sesungguhnya kesyirikan adalah kezhaliman yang paling besar.” (QS. Luqman:13).

Fenomena Hari Kebangkitan
Katakanlah: “ Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal. “(QS. al-Waqi’ah:49-50). Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (QS.Maryam: 93-95).
Itulah sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an yang menceritakan fenomena hari kebangkitan. Semua makhluk yang pernah hidup di jagad raya ini dibangkitkan oleh Allah setelah mereka semua mengalami kematian. Tidak satu orangpun, baik yang muslim maupun yang kafir, yang shalih maupun yang thahih, yang taat atau yang munafik. Semua akan dibangkitkan lalu dihimpun di padang Mahsyar.
Abu Shalih meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Jarak antara dua tiupan sangkakala (yang kedua dan ketiga) adalah 40. Abu Hurairah bertanya, ’40 hari?’ Beliau bersabda, ‘Aku tidak mau menjelaskan.’ Abu Hurairah bertanya, ’40 bulan?’ Beliau bersabda, ‘Aku tidak mau menjelaskan.’ Lalu beliau melanjutkan, ‘Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, maka semua makhluk tumbuh dibumi sebagaimana tumbuhnya tumbuh-tumbuhan. Tidak ada bagian tubuh dari manusia pada umumnya kecuali akan musnah, yang tertinggal hanya satu tulang, yaitu tulang pangkal ekor, tulang itulah yang akan tumbuh dan membentuk makhluk pada hari kiamat nanti.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Mampukah kita membayangkan betapa dahsyatnya kondisi padang Mahsyar saat itu, sampai-sampai kita tidak sempat untuk memperhatikan orang yang ada di sekitar kita, di kanan dan kiri kita, di depan dan di belakang kita. Betapa mencekamnya suasana Mahsyar, sehingga satu sama lain tidak saling kenal. Tidak sempat bertegur sapa, apalagi berbincang atau beramah-tamah.
Sebagai gambaran kecil dari fenomena kolosal yang dahsyat itu. Pernahkah anda berkumpul massa di lapangan luas yang sesak dengan kerumunan massa. Lalu tiba-tiba gempa bumi terjadi. Guncangan dan hentakan terjadi di sana-sini. Sempatkah kita memperhatikan atau mengabsen rombongan? Sempatkah Anda memperhatikan tetangga, kanan dan kiri? Atau kita langsung berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Lari ke sana kemari, mencari jalan perlindungan dan keamanan. Saat itu pasti banyak orang yang jatuh dan diinjak-injak yang lain. Dan suasana Mahsyar sangat jauh lebih dahsyat dari kejadian seperti itu.

Semua makhluk Dikumpulkan
“ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan sesuatupun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. al-An’am:38). “Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan-Nya) ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia menghendakinya.” (QS. as-Syuro: 29).
Abu Hurairah berkata, “Ketika kiamat telah terjadi, semua makhluk dikumpulkan oleh Allah. Binatang ternak, burung, manusia dan semua makhluk lainnya.”(Kitab at-Tadzkiroh oleh Imam al-Qurthubi: 273). Berarti yang memadati padang Mahsyar tidak hanya manusia, tapi jin dan binatang-binatang yang juga ikut dibangkitkan dan dikumpulkan di satu tempat.
Rasulullah bersabda, “Setelah kiamat terjadi, manusia dibangkitkan dan dikumpulkan dalam tiga golongan. Golongan pertama menggunakan kendaraan. Golongan kedua berjalan kaki. Golongan ketiga berjalan dengan muka dan wajah meraka. Beliau ditanya, ‘Bagaimana mereka bisa berjalan dengan muka dan wajah?’ Jawabannya, ‘Sesungguhnya Dzat yang telah menjalankan mereka dengan kaki mampu menjalankan dengan muka dan wajah.” (HR. Tirmidzi, no. 3067, dan dia menyatakan sebagai hadits hasan).
Imam Ibnu Hajar berkata, Imam Qotadah menjelaskan hadits tersebut, “Apabila kita perhatikan hadits-hadits yang ada, maka bisa disimpulkan bahwa yang dikumpulkan di Mahsyar dengan berkendara adalah mukmin yang posisinya dekat dengan Allah (al-Muqorrobun). Sedangkan yang dikumpulkan dengan berjalan kaki adalah orang-orang muslim yang selain al-Muqorrobun. Dan yang dikumpulkan berjalan dengan wajah muka dan wajah adalah orang-orang kafir”. (Kitab Fathul Bari: 8/492).
Kini semakin jelas gambaran suasana Mahsyar. Jin dan manusia sejak era pertama kali diciptakan, sampai akhir zaman nanti, semua dikumpulkan di satu tempat. Ditambah semua jenis binatang yang pernah ada di bumi ini, termasuk Dinosaurus seperti yang kita lihat profilnya di media-media masa selama ini, dan juga hewan-hewan besar yang buas dan ganas lainnya. Semuanya akan berkumpul di Mahsyar. Makin kusut rasanya pikiran kita jika membayangkan bagaimana mencekamnya suasana saat itu.
Di arah mana kita dikumpulkan, di bagian mana posisis kita? Semua tidak tahu-menahu. Siapa yang ada di sisi kita, siapa yang ada di sebelah kita? Kita tidak sempat mengenali mereka. Ke mana kita akan pergi mencari naungan, kemana kita akan pergi mencari perlindungan? Semua akan merasakan keresahan dan kebingungan. Tiada pohon sebagai tempat bernaung, tiada gunung sebagai tempat berlindung, tiada marka jalan atau petunjuk arah sebagai patokan tempat atau penunjuk alamat.
Aisyah berkata, Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat nanti, manusia akan dibangkitkan dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang bulat dan dalam keadaan tidak berkhitan ( Seperti kondisi manusia saat dilahirkan,pen).’ Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, laki-laki dan perempuan bercampur semua-nya, mereka bisa melihat satu sama lain?’ Rasulullah menjawab, ‘Wahai Aisyah, kondisi saat itu sangat dahsyat, siapapun tidak sempat memperhatikan satu sama lain.”(HR. Muslim, no. 5102).
Seperti apa dahsyatnya prahara di bumi Mahsyar? Sampai kita tidak sempat untuk memperhatikan orang yang ada di sekitar kita. Pernahkah kita menjumpai suasana seperti itu di dunia ini. Jawabannya, belum. Mungkin kita pernah melihat kepanikan manusia saat Tsunami melanda daerah Aceh. Mungkin kita pernah melihat betapa paniknya para penghuni sebuah rumah sakit di Padang Sumatera Barat saat gempa bumi mengguncang merejka. Dokter meninggalkan psiennya, pasien yang masih sakit berhamburan menyelamatkan diri, ibu meninggalkan bayi yang baru saja dilahirkannya. Ada jerit, ada tangis. Bahkan saking paniknya ada yang jatuh dan mati karena terinjak-injak orang lain. Dan prahara Mahsyar lebih dahsyat dari itu semua.

Semuanya Telanjang Bulat?
Apakah semua manusia akan dikumpulkan di Mahsyar dalam keadaan telanjang bulat? Tidak berpakaian, tidak pakai sandal dan tidak berkhitan. Ada riwayat yang sekilas berlainan maksud dengan hadits di atas. Misalnya riwayat berikut ini.
Ketika Abu Sa’id al-Khudhri menjelang ajalnya, ia minta diambilkan pakaian yang bagus. Lalu ia memakainya. Kemudian berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya mayat itu akan dibangkitkan dengan pakaian yang dipakainya saat mati.” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dia menyatakan bahwa hadits ini shahih, Imam adz-dzahabi juga sependapat akan keshahihannya. Dan Syekh al-Albani juga sepakat).
Dan Imam al-Baihaqi telah membantu kita untuk memahami dua riwayat yang tampak bersebrangan tersebut. Dia mengatakan bahwa ada pemahaman yang bisa menyatukan antara dua riwayat tersebut.
Pertama, mereka dibangkitakan dengan pakaian yang dipakainya, tapi pakaian itu menjadi lapuk dan musnah setelah mereka bangkit dari kubur. Saat berkumpul di Mahsyar mereka dalam keadaan telanjang. Kemudian Allah memberi mereka pakaian dari Surga.
Kedua, saat di Mahsyar mereka telanjang bulat. Lalu Allah memberi pakaian istimewa kepada para Nabi dan orang-orang yang jujur (ash-shiddiqun). Lalu orang-orang mukmin lainnya diberi pakaian setara dengan pakaian yang dipakainya saat meninggal. Kemudian ketika mereka telah masuk Surga, Allah memberinya pakaian khusus dari surga.
Ketiga, yang dimaksud dengan ‘Tsiyab’ dalam riwayat Abu Daud, Ibnu Hibban dan al-Hakim adalah amal perbuatan saat mereka mati, baik atau buruk, husnul khatimah atau su-ul khatimah. Sebagaimana yang difirmankan Allah, “Dan pakaian takwa itulah yang paling baik”. (QS. al-A’raf: 26).
Pemahaman ketiga ini didukung oleh hadits Rasulullah, “Setiap hamba akan dibangkitkan dengan kondisi saat dia mati.” (HR. Muslim, no. 2878 dari Jabir). Hadits itu tidak dipahami bahwa setiap orang akan dibangkitkan dengan pakaian yang dipakainya saat mati, tapi ia akan dibangkitkan dengan kondisi amal saat ia mati, dalam keadaan beriman atau kafir, dalam keadaan yakin atau ragu.
Hal itu dikuatkan dengan hadits lain, “Apabila Allah berkehendak untuk mengadzab suatu kaum, maka semua individu yang ada di dalamnya akan merasakan adzab tersebut. Lalu Allah membangkitkan mereka sesuai dengan amal perbuatannya”. (HR. Bukhari, no. 6691 dan Muslim, no. 2879).
Dan lebih jelas lagi, perhatikanlah hadits berikut. Ibnu Abbas berkata, “Ketika ada seorang laki-laki yang jatuh dari ontanya dan patah lehernya dan ia mati, sedangkan ia dalam kondisi berihram (haji). Rasulullah bersabda, ‘mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah ia dengan pakaiannya. Jangan diberi wewangian dan jangan ditutupi wajahnya, karena dia akan dibangkitakan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah (mengucapkan Labbaikallohumma labbaik…).”(HR. Bukhari, no. 1206 dan Muslim, no. 1206). (Kitab Misykatul Mashabih: 1/ 520).

Bumi Mahsyar
Al-Qur’an menginformasikan, “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.”(QS. Ibrahim: 48).
Berkaitan dengan firman Allah di atas, Ibnu Abbas berkata, “Ada yang ditambah dan ada yang dikurangi. Batu-batuan, gunung-gunung, lembah-lembah serta pohon-pohon dihilangkan. Lalu dibentangkan seluas-luasnya.” (Fathul Bari: 11/ 376).
Di ayat lain Allah berfirman, “ Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal pada hari kiamat bumi seluruhnya dalam gengaman-Nya dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. az-Zumar: 67).
Dan dalam suatu riwayat ditegaskan, “Pada hari kiamat, Allah mengenggam bumi dan Dia menggulung langit dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia berfirman, ‘Akulah Raja, mana raja-raja bumi.” (HR. Muslim, no. 2787).
Ya…, bumi Mahsyar tidak sama dengan bumi kita sekarang. Karena bumi yang kita tempati saat ini akan hancur ketika kiamat terjadi. Allah telah menggantinya dengan bumi yang lain. Lalu di mana posisi kita saat itu?
Tsauban meriwayatkan hadits kepada kita sebagai jawabannya. Ia berkata, “Ada seorang pemuka agama Yahudi datang ke Rasulullah dan bertanya, ‘Di mana posisi manusia saat bumi ini diganti oleh Allah dengan bumi yang lain dan begitu juga langit?’ Rasulullah menjawab, ‘Mereka semua berada di Shirath (Jembatan)’. (HR. Muslim, no. 315).
Kalau begitu, seperti apa bumi Mahsyar yang menjadi tempat berkumpulnya semua makhluk nanti?
Sahl bin Sa’d berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Pada hari kiamat nanti, manusia akan dibangkitkan di bumi yang putih jernih, seperti tepung yang bersih. Tidak ada padanya tanda (marka dan rambu jalan) sedikitpun.” (HR. Bukhari, no. 6040 dan Muslim, no. 4998).
Ibnu Mas’ud berkata, “Bumi ini akan diganti dengan bumi yang putih laksana perak, tidak terkotori oleh nokta dosa sedikitpun.” Ibnu Abbas berkata, “Bumi ini akan diganti dengan perak yang putih warnanya. “Ali bin Abu Thalib berkata, “ Saat itu bumi ini diganti dengan perak, sedangkan langit diganti dengan emas.” (Tafsir al-Qurthubi: 9/ 384).
Imam al-Khotthobi berkata, “Yang dimaksud dengan tidak ada tanda, karena bumi saat itu rat. Karena yang dimaksud ‘Alam’ adalah sesuatu yang bisa dijadikan pertanda di bumi’. Al-Qodhi ‘Iyadh berkata, “Maksud dari hadits tersebut adalah saat itu bumi tidak ada tanda, seperti rumah, bangunan, prasasti atau sesuatu lainnya yang biasa dipakai tanda saat dalam perjalanan. Tidak ada pula gunung, batu-batuan yang menonjol. Semua yang dahulu merupakan karakteristik bumi sudah dihilangkan.”(Kitab fathul bari: 11/ 375).
Syekh Abu Muhammad bin Abu Jamroh berkata, “hadits merupakan pertanda betapa dahstyatnya prahara saat itu. Allah memberitahu kita bagian kecil dari gambaran di padang Mahsyar agar kita mengerti dan menyiapkan diri untuk menghadapinya. Karena mengetahui sebagian dari apa yang akan terjadi itu merupakan shock terapi bagi jiwa yang akan menghadapinya. Dan hal itu akan berbeda sekali rasanya bila kita mengghadapi suatu peristiwa yang tiba-tiba. Dan dari hadits itu juga kita mengetahui bahwa bumi Mahsyar ukurannya jauh lebih besar dari bumi kita sekarang.” (Kitab Fathul Bari: 11/ 375).
Ya Allah, bagaimana kondisi kami saat itu. Bumi engkau bersihkan dari naungan, matahari engkau dekatkan dengan badan. Tiada petunjuk arah yang bisa kami jadikan pedoman. Tiada pohon, rumah dan gedung sebagai tempat untuk kami berlindung. Hanya kepada-Mu ya Allah, kami memohon perlindungan dan naungan.

Matahari Didekatkan
Matahari adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak rata-rata 149.680.000 kilometer (93.026.724 mil). Matahari serta kedelapan buah planet (yang sudah diketahui/ditemukan oleh manusia) membentuk Tata Surya. Matahari dikategorikan sebagai bintang kecil jenis G.
Bila dibandingkan dengan bumi, diameter matahari kira-kira 100 kali diameter bumi. Gaya tarik matahari kira-kira 30 kali gaya tarik bumi. Cahaya matahari kira-kira 30 kali gaya tarik bumi. Cahaya matahari menempuh masa 8 menit untuk sampai ke Bumi dan cahaya Matahari yang terang ini dapat mengakibatkan siapapun yang memandang terus kepada matahari menjadi buta.
Masya Allah…., jarak antara matahari dan bumi sebegitu jauh saja, kita sudah bisa merasakan sengatannya yang panas. Apalagi bila telah tiba musim kemarau. Bagi mereka yang kerja di kantoran dalam ruangan ber-AC, tidak begitu merasakan betapa panasnya cuaca di siang hari. Tapi bagi mereka yang bekerja di lapangan atau di luar ruangan, benar-benar merasakan sengatan panas matahari yang begitu kuat. Keringat dan peluhpun deras bercucuran di badan dan membasahi pakaian.
Lalu bagaimana rasanya jika jarak antara matahari dan bumi bukan 93.026.724 mil, tapi 1 mil saja. Hanya beberapa ratus meter di atas kepala kita. Apa mungkin peristiwa itu terjadi? Jawabannya, ya. Dan peristiwa itu pasti akan terjadi, yaitu di bumi Mahsyar nanti. Matahari didekatkan posisinya ke bumi, hanya 1 mil.
Al-Miqdad bin al-Aswad berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Pada hari kiamat, posisi matahari akan di dekatkan kepada manusia sampai jaraknya hanya sekitar 1 mil. –Shahabat sulaim bin’Amir berkata, ‘Demi Allah, saya tidak tahu pastinya, yang dimaksud mil di sini itu jarak ukuran atau mil yang dipakai untuk celak mata. Pada waktu itu kondisi keringat manusia sesuai amal perbuatannya. Ada yang keringatnya mencapai kakinya, ada yang mencapai lututnya, ada yang mencapai pinggangnya, dan ada juga yang betul-betul terendam keringatnya, saat itu Rasulullah menunjukkan jarinya ke arah mulutnya.(HR. Muslim, no. 5108).
Apabila yang dimaksud dengan satu mil tersebut adalah jarak, maka jarak matahari dengan bumi sangat dekat sekali. Ukuran satu mil menurut kamus Bahasa Indonesia maka ia mempunyai standar yang beragam. Lain Negara lain juga standar batasan milnya. Satu mil menurut orang Belanda, ukuran jaraknya sama dengan 1000 m. dan menurut orang Jerman, satu mil sama dengan 7.420 m. sedangkan menurut orang Inggris, satu mil ukurannya 1.609 m. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 742). Dan ukuran yang terakhir inilah yang sering dijadikan sebagai standar ukuran mil.
Dengan ukuran kedekatan seperti itu, apa tubuh manusi tidak meleleh oleh sengatan matahari yang sangat panas? Kalau kita memahaminya dengan standar logika kita sekarang, maka tubuh manusia tidak akan mampu untuk bertahan, pasti akan hangus dan terbakar. Tapi kita harus garis bawahi, bahwa yang kita bicarakan sekarang bukanlah alam dunia, tapi alam akhirat. Tentu standar keduanya sangat jauh berbeda.
Bumi Mahsyar bukanlah bumi yang kita tempati saat ini. Dan struktur tubuh manusia juga berbeda dengan struktur tubuh yang ada di dunia saat ini. Allah yang mengatur alam ini sehingga satu sama lainnya bisa berjalan secara harmonis. Dan pada saat di Mahsyar nanti, Dia juga yang mengatur alam dan segala isinya, termasuk manusia dan matahari yang ada di Mahsyat saat itu. Apabila Rasulullah telah mengabarkan fenomena seperti itu, maka itu wajib mengimaninya sebagai bagian dari iman kepada yang ghaib. Tanggalkan standar logika yang terbatas, arungi kebesaran kekuasaan Allah dengan bahtera iman. Itulah jalan yang selamat.
Syekh Abu Muhammad bin Abu Jamroh berkata, “ Barangsiapa yang mau merenungkan hadits tersebut, maka ia akan paham betapa dahsyatnya prahara Mahsyar. Bagaimana tidak, matahari didekatkan ke bumi sekitar satu mil. Berapa juta derajat panasnya cuaca saat itu. Sehingga keringat mengucur terus-menerus sampai ada yang setinggi 70 dzira’. Padahal yang lainnya, keringatnya hanya sebatas mata kaki. Bagaimana mungkin hal itu terjadi, keringat orang kadarnya berbeda satu sama lain. Sungguh itu merupakan fenomena yang tidak bisa dinalar oleh akal, yang menunjukkan betapa agungnya kekuasaan Allah. Dan kita harus mengimani sebagai bagian dari iman kita kepada negeri akhirat. Akal tidak usah punya peran dalam masalah seperti ini, dan kita tidak boleh mengakal-akalinya atau membuat analogi-analogi pada sesuatu yang tidak bisa di analogikan. Tapi kita harus mengimaninya karena itu bagian dari iman kita kepada yang ghaib.”(Kitab Fathul Bari: 11/395).
Al-Qodhi ‘Iyadh berkata, “Yang dimaksud keringat dalam hadits tersebut adalah keringatnya sendiri atau mungkin juga bercampur dengan kucuran keringat orang lain. Tapi yang Nampak dalam pemahaman hadits itu adalah karena keringatnya sendiri. Adapun penyebab keluarnya keringat sampai begitu banyaknya, karena kepanikan manusia akan dahsyatnya prahara Mahsyar, dan juga disebabkan karena dekatnya posisi matahari dengan posisi manusia.”(Kitab Syarhun Nawawi: 17/ 195).

Keagungan Rasulullah
Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Aku adalah pemimpin kaum pada hari kiamat. Apakah kalian tahun, dengan apa Allah mengumpulkan para makhluk dari awal zaman sampai akhir zaman di bumi yang satu. Saat itu mata akan melihat dan telinga akan mendengar, dan matahari didekatkan. Manusia satu sama lain berkata, ‘Sampai kapan kita akan merasakan suasana mencekam seperti ini, apakah tidak ada orang yang memintakan pertolongan kepada Tuhan? Sebagian manusia berkata, ‘Coba minta tolonbg kepada bapak kalian, Adam.’
Merekapun mendatangi Nabi Adam dan meminta, ‘Wahai Nabi Adam, kamu adalah moyang manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya kepadamu, lalu Dia memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu, merekapun sujud kepadamu. Lalu Dia menempatkanmu di surga. Apakah kamu tidak bisa memohonkan syafaat (pertolongan) kepada Tuhanmu? Apakah kamu tidak melihat bagaimana sengsaranya kondisi kami, dahsyatnya prahara kami?’ Nabi Adam berkata, ‘Allah telah memarahiku dengan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya atau sesudahnya. Dia telah melarangku untuk mendekati pohon terlarang, tapi aku telah bermaksiat kepada-Nya. Maka pergilah kalian kepada nabi selainku. Temuilah Nabi Nuh.’
Merekapun menemui Nabi Nuh, lalu berkata, ‘Wahai Nabi Nuh, Engkau adalah rasul pertama yang di utus ke penghuni bumi, dan Allah telah memberimu gelar hamba yang sangat bersyukur, apakah kamu tidak melihat bagaimana sengsaranya kondisi kami, dahsyatnya prahara kami? Tidak kamu bisa memohonkan pertolongan kepada Tuhanmu untuk kami? Nabi Nuh menjawab, ‘Tuhanku saat ini sedang marah dengan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sesudahnya, aku sendiri khawatir akan diriku. Datnglah kalian kepada Nabi Muhammad.’
Maka mereka pun datang kepadaku (untuk meminta syafaat). Akupun sujud kepada Allah di bawah Arsy-Nya (sekian lama). Lalu Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah syafaat niscaya kamu kuberi syafaat, mintalah kepadaku akan Kukabulkan.” (HR. Bukhari, no. 3092)
Itulah yang disebut dengan syafaat Rasulullah yang paling besar, memberikan pertolongan kepada seluruh umat, mulai umat nabi Adam sampai umatnya di akhir zaman. Pertolongan agar Allah segera memulai proses hisab (perhitungan amal), supaya mereka bisa istirahat dari dahsyatnya prahara bumi Mahsyar. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi manusia saat itu.
Mereka yang jumlahnya trilyunan itu berusaha untuk menemui para nabi masing-masing untuk meminta syafaat. Padahal saat itu bumi Mahsyar tidak ada tanda atau rambu, ke arah kemana mereka melangkah ketika ingin menemui para nabi tersebut. Yang tengah bergerak ke kanan atau ke kiri. Yang di utara bergerak ke selatan, yang di selatan bergerak ke utara, yang timur bergerak ke barat, yang barat bergerak ke timur. Yang sebelah kanan bergerak ke kiri, yang sebelah kiri bergerak ke kanan. Matahari didekatkan, keringat bercucuran. Tiada tempat istirahat. Tiada orang yang bisa ditanya, ke arah mana mereka harus berjalan.
Begitu dahsyatnya prahara bumi Mahsyar. Masihkah kita enggan membekali diri untuk mencari keselamatan dari prahara yang dahsyat tersebut? Apakah semua orang akan berkubang keringat? Atau ada orang-orang yang selamat dari prahara dahsyat tersebut? Abu Umar berkata, “Barangsiapa yang berada dalam naungan Allah pada saat tiada naungan selain naungan-Nya ( hari Mahsyar), maka ia akan selamat dari prahara tersebut, insya Allah.”(Kitab at-Tahmid: 2/ 283).
Syekh Abu jamroh berkata, “Yang tampak dalam susunan redaksi hadits tersebut adalah semua manusia akan mengalami hal yang sama. Tapi ada hadits-hadits lain yang menjelaskan bahwa tidak semua akan mengalami hal seperti itu. Ada pengecualian, seperti para nabi, orang-orang yang mati syahid, dan lainnya yang dikehendaki Allah. Dan keringat yang paling banyak kadarnya adalah orang-orang kafir dan orang-orang pendosa besar. Orang-orang muslim juga ada yang berkubang keringat, tapi sedikit bila dibanding dengan jumlah orang kafir.” (Kitab Fathul Bari: 11/ 394).
Siapa saja mereka yang diselamatkan Allah dari dahsyatnya prahara bumi Mahsyar? Dan kita belum terlambat untuk mendaftarkan diri dalam kelompok yang selamat tersebut. Kapan pendaftarannya? Simak kajian Selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar